Salah satu hal yg sering menjadi ‘permasalahan’ yg dialami kaum muslim di Indonesia adalah perbedaan penentuan Lebaran (1 Syawal). Sebenarnya tidak hanya penetapan 1 Syawal yg bermasalah, namun juga penetapan 1 Ramadhan. Alhamdulillah, untuk tahun ini, kaum ulama (dari berbagai organisasi) sepakat bahwa 1 Ramadhan dimulai per 24 September 2006 lalu.
Namun, kini terjadi ‘perselisihan’ dalam penetapan 1 Syawal. Siapa yg mesti kita ikuti? Mari kita kupas permasalahan ini
Sebagaimana kita ketahui, penentuan awal puasa dan/atau awal lebaran bisa dilakukan dengan metode perhitungan (hisab) dan/ataupun melihat bulan (hilal). Aku tidak akan membahas 2 metode ini di artikel kali ini, mungkin akan aku buat di artikel terpisah (artikel baru).
Di artikel ini, aku hanya ingin menyampaikan hasil diskusi dengan seseorang yg aku anggap guru (karena mempunyai pengetahuan agama yg lebih baik dariku). Beliau menyatakan JIKA ADA 2 LEBARAN, MAKA PILIHLAH YG SESUAI DENGAN KEYAKINAN KITA.
Penjelasan dari pernyataan beliau adalah:
- Jika kita mengikuti NU + Muhammadiyah, yakni memilih berlebaran tgl 23 Oktober 2006, maka hari Minggu, 22 Oktober 2006 merupakan hari terakhir berpuasa. Dengan demikian puasanya 29 hari.
- Sedangkan jika kita mengikuti pemerintah, maka kita berlebaran tgl 24 Oktober 2006, dan TETAP BERPUASA PADA HARI SENIN (23 OKTOBER 2006). Dengan demikian, puasanya akan genap 30 hari.
Beberapa pertanyaan yg sempat aku utarakan, terkait dengan lebaran beda hari ini, beliau juga jawab:
Q: Apakah boleh kita lebaran hari Senin, tapi sholat ‘Ied hari Selasa?
A: Tidak boleh…sholat ‘Ied Fitri hanya dilakukan SATU KALI, DAN PADA TGL 1 SYAWAL MENURUT KEYAKINAN/PILIHAN KITA.
Q: Apakah kita berdosa berpuasa pada hari Senin, karena ada yg merayakan Lebaran pada hari Senin?
A: Insya ALLOH tidak berdosa, karena kita mempunyai pilihan berlebaran hari Selasa, maka kita ‘wajib’ menggenapkan puasa menjadi 30 hari, sebagaimana sabda Rasululloh SAW,”Dari Ibnu Umar ra. berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, “Bila kalian lihat hilal, maka berpuasalah. Dan bila kamu melihat hilal maka berLebaranlah. Tapi kalau tidak nampak oleh kalian, maka kadarkanlah (hitunglah).” (HR Muttafaq ‘alaihi)
Q: Apakah orang yg lebarannya tidak sama dengan kita bersalah?
A: Insya ALLOH tidak bersalah, karena kita mesti merujuk pada ulama/ahli agama. Maksudnya, kita termasuk orang awam yg tidak memenuhi kriteria orang yg BERWENANG untuk menghitung (hisab) ataupun melihat bulan (hilal). Kita cukup percayakan pada ahlinya. Insya ALLOH, sepanjang mereka mempunyai dasar, alasan, dalil serta bukti yg kuat, maka pendapat mereka benar.
Q: Mana yg benar dalam menetapkan lebaran, apakah Muhammadiyah+NU atau Pemerintah?
A: Seperti jawaban saya sebelumnya, keduanya insya ALLOH benar, sepanjang punya dalil yg bisa dipertanggungjawabkan.
-info ttg telepon dihapus-
KESIMPULAN: PILIH LEBARAN SESUAI DENGAN KEYAKINAN ANDA…BAIK MUHAMMADIYAH+NU ATAUPUN PEMERINTAH SAMA BENARNYA…
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar